Makalah individu
ANALISIS PENGEMBANGAN GURU PEDESAAN
DENGAN GURU PERKOTAAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Zulkarnain
Nim. 380927832 |
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Makalah individu Pada Mata Kuliah Profesi Keguruan, Semester V Jurusan PGMI
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATRA UTARA
MEDAN
2011
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SUMATRA UTARA
MEDAN
2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji serta syukur atas Kehadirat Allah SWT, saya
bersyukur atas segala nikmatnya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan Salam senantiasa kita hadiahkan kepada nabi Muhammad SAW, mudah –
mudahan kita bisa mendapatkan Syafaatnya di akhirul zaman kelak, Amin Ya Rabbal
‘Alamin
Makalah ini
dibuat dari berbagai sumber, makalah ini merupakan salah satu tugas semester
yang diberikan Bapak dosen kepada saya, untuk memenuhi tugas makalah individu
pada mata kuliah Profesi Keguruaan.
.Adapun judul makalah ini adalah Analisis
Pengembangan Guru Pedesaan Demgan Guru
Perkotaan. saya mengucapkan ribuan terima kasih kepada Bapak Dosen Drs. Misman M.Pd, yang telah memberikan
bimbingan kepada saya.
saya sebagai pemakalah memohon maaf apabila
dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan baik berupa penyusunan maupun tata
bahasanya. Dengan kerendahan hati saya menerima saran dan kritiknya dari Bapak
dosen dan besar harapan saya mudah – mudahan makalah ini bisa bermanfaat terkhusus
bagi kami pemakalah dan pembaca lainnya.
Medan, Desember 2011
Pemakalah
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ i
Daftar isi.................................................................................................................
ii
BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................
1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Guru desa versus guru kota..........................................................................
2
B. Peranan guru desa........................................................................................
4
BAB III : PENUTUP
·
Kesimpulan....................................................................................................
6
BAB
I
PENDAHULUAN
Pendidikan yang telah, sedang, dan dilaksanakan oleh bangsa
dan negara kita berorientasi kepada kepentingan rakyat banyak. Dan rakyat
banyak itu bermukim di daerah pedesaan. Data statistik (2000) menunjukkan,
kurang dari 20% penduduk Indonesia bertempat tinggal di kota-kota, sedangkan
selebihnya, atau lebih dari 80% hidup di daerah pedesaan. Mengingat demikian
besarnya sumber daya manusia desa ini, ditambah dengan potensi sumber daya alam
sebagian terbesar ada di kawasan pedesaan, serta dilihat dari strategi
pertahanan dan keamanan nasional, maka sesungguhnya basis pendidikan adalah di
pedesaan.
Keberhasilan pembangunan pedesaan pada gilirannya berarti
keberhasilan pendidikan nasional. Sebaliknya, ketidakberhasilan pembangunan
pedesaan berarti pula ketidakberhasilan pendidikanan nasional. Apabila
pembangunan nasional digambarkan sebagai suatu titik, maka titik pusat dari
lingkaran tersebut adalah pembangunan pedesaan.
Permasalahan Pokok Pedesaan
Menyadari betapa pentingnya guru pedesaan dalam konteks pendidikan
nasional, mengharuskan perlunya perhatian istimewa diberikan untuk pendidikanan
didesa. Meskipun begitu, pedesaan tidak dapat dipacu seirama dengan laju
pembangunan di sektor-sektor lain. Kalau laju pembangunan di bidang-bidang lain
dapat berjalan cepat, maka pembangunan pendidikan pedesaan masih
"merangkak" tak ubahnya orang sakit encok yang baru mulai latihan
berjalan.
Tersendat-sendatnya pembangunan pedesaan antara lain
disebabkan oleh tiga permasalahan pokok, yaitu :
1. Potensi sumber-sumber alam belum
dikelola secara optimal
2. Mutu tenaga kerja rendah
3. Sikap manusia dan fungsi kelembagaan
di pedesaan belum sejalan dengan gerak pembangunan
Kalau ketiga permasalahan pokok tersebut diperas, maka permasalahan
pokok-tunggal dalam pembangunan desa terletak pada faktor manusianya. Masalah
kedua dan ketiga jelas merupakan masalah peningkatan mutu manusia. Sedangkan
permasalahan pertama adalah sebagai akibat dari permasalahan kedua dan ketiga.
BAB II
PEMBAHASAN
Pemilihan "guru desa" ini dilakukan dengan dua
pertimbangan pokok. Pertama, setiap warga negara Indonesia digugat untuk
berpartisipasi aktif sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dalam
pembangunan. Kedua, para guru yang bertugas di pedesaan lebih banyak dari pada
yang bertugas di kota-kota, dan mereka merupakan kelompok yang berpengaruh bagi
masyarakat desa, sehingga amatlah menarik untuk diangkat ke permukaan peranan
yang dapat mereka mainkan dalam pembangunan desa.
A.
Guru Desa Versus Guru Kota
Guna mengetahui betapa besarnya peranan yang dapat dimainkan
guru desa bagi pembangunan, terlebih dulu kita harus membuat semacam komparasi
antara guru desa dan guru kota. Dari sini kita bisa memperoleh gambaran tentang
besar-kecilnya peranan mereka terhadap
pendidikan. Sebab meskipun sama-sama berprofesi "guru", tetapi peran dan peranan yang dapat dilakoni oleh keduanya tidaklah serupa. Perbedaan ini di antaranya ditandai oleh status kedinasan, status sosial, dan kondisi ekonominya.
pendidikan. Sebab meskipun sama-sama berprofesi "guru", tetapi peran dan peranan yang dapat dilakoni oleh keduanya tidaklah serupa. Perbedaan ini di antaranya ditandai oleh status kedinasan, status sosial, dan kondisi ekonominya.
1. Status Kedinasan
Para guru di pedesaan sebagian terbesar berdinas di SD, dan
sedikit saja yang bekerja di SMP atau SMA. Keadaan ini antara lain ditimbulkan
oleh adanya SD – SD Inpres yang merambah ke segenap pelosok tanah air, di
sepanjang pesisir pantai hingga ke puncak – puncak bukit pegunungan. Sedangkan
pendirian SMP biasanya berlokasi di ibukota kecamatan dan kehadiran SMA umumnya
di tingkat ibukota kewedanaan. Wajarlah, andaikan jumlah guru SD yang bertuga
di pedesaan jauh melampaui guru SMP dan SMA, sehingga guru desa acapkali
dikonotasikan sebagai guru SD.
Di daerah perkotaan, para guru merata menyebar dari mulai SD
hingga SMA. Heterogenitas dinas guru kota ini mengakibatkan tidak adanya konotasi
seragam untuk menyebutkan siapakah guru kota itu. Yang dimaksud dengan guru
kota itu, ya guru SD, guru SMP, dan guru SMA (termasuk MA/SMK). Dari sudut
kepegawaian, guru desa umumnya berstatus pegawai negeri sedangkan guru kota
beranekaragam, ada yang berstatus pegawai negeri dan ada pula yang bukan
pegawai negeri.
2. Status Sosial
Berlainan dengan rekannya sesama guru yang bertugas di kota,
guru desa mempunyai status yang relatif "istimewa" dalam lingkungan
masyarakatnya, masyarakat desa. Sebab kedudukan guru desa menempati strata
sosial yang setara dengan tokoh-tokoh formal dan informal yang berada di desa.
Guru merupakan kelompok intelektual pada masyarakat desa. Sehingga tidaklah
mengherankan bila lembaga kemasyarakatan di tingkat desa sampai dengan
organisasi politik, banyak dipimpin dan digerakkan oleh para guru. Bahkan pada
desa-desa yang terisolasi dan terpencil jauh dari jalan raya atau daerah-daerah
sekitarnya, guru itu benar-benar "digugu" dan "ditiru",
gurulah nara sumber utama bagi masyarakat desa tersebut.
Tak berlebihan kiranya jika keadaan seperti itu tidak
diperoleh rekan-rekannya yang bertugas di daerah perkotaan. Meskipun guru kota
merupakan kelompok intelektual juga di masyarakatnya, namun kedudukan mereka
sebagai anggota kelompok ini di kota, terlebih lagi di kota-kota besar,
tidaklah kentara atau samar-samar. Karena kedudukan intelektual kota lazimnya
diraih oleh para mahasiswa, sarjana, atau kaum cerdik cendekia lainnya yang
non-guru seperti budayawan, politisi, birokrat, dan sebagainya. Sehingga boleh
jadi guru kota bisa terlihat menonjol statusnya di tingkat RT atau RW belaka.
3. Kondisi Ekonomi
Oleh karena guru desa itu kebanyakan guru SD, sedangkan guru
kota itu bervariasi antara guru SD, SLTP, dan SLTA serta kalau diambil
rata-rata penghasilan mereka per bulan, maka tentu saja pendapatan guru kota
cenderung akan lebih besar daripada guru desa. Akan tetapi, bila dikaitkan
dengan kondisi riil sehari-hari, ternyata biaya kebutuhan hidup di kota relatif
lebih tinggi daripada di desa. Maka besarnya jumlah penghasilan seorang guru
kota itu tidaklah berarti banyak dalam menopang kehidupan ekonominya, yakni
dikaitkan dengan kebutuhan hidup yang bertubi-tubi datangnya. Kondisi seperti
inilah antara lainnya mendorong beberapa orang guru untuk mencari penghasilan
tambahan di luar kegiatan mengajarnya. Walaupun mereka sudah memperoleh
tambahan penghasilan, namun kondisi ekonomi mereka tetap saja bukan yang paling
baik dibandingkan dengan warga masyarakat lainnya. Rasa-rasanya belum pernah
terdengar berita, mayoritas penghuni perumahan mewah/real estate atau kawasan
elite suatu kota ditinggali oleh para guru. Paling banter mereka cuma bermukim
di rumah-rumah Perumnas/BTN atau bukan di kawasan elite suatu kota.
Agaknya nasib guru desa masih mendingan dibandingkan dengan
guru kota. Kendatipun penghasilan mereka tidak lebih besar daripada guru kota
bahkan cenderung lebih kecil, tetapi "alam" pedesaan masih bersikap
"ramah" terhadap mereka. Sebab alam pedesaan masih mencerminkan
suasana kehidupan yang cenderung bersahaja. Kalaupun terdapat gaya hidup
konsumerisme, ini akibat pengaruh dari luar desa dan biasanya datang dari kota.
Andaikan para guru yang bertugas di desa mau menyelaraskan gaya hidupnya dengan
masyarakat desa lainnya, niscaya penghasilannya selama sebulan itu akan dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apalagi bila mereka mau bertani,
bercocok tanam atau beternak seperti kebanyakan warga desa lainnya, maka
pendapatannya sebagai guru bisa mereka tabung untuk menyongsong hari tua.
Dengan menyimak kondisi ekonomi guru desa tadi, tidaklah mustahil kalau
kehidupan mereka ternyata dapat lebih baik daripada warga desa umumnya.
Dari uraian di muka, dapatlah ditarik kesimpulan, guru desa
cenderung memiliki status sosial dan kondisi ekonomi yang lebih baik daripada
guru kota. Adanya kehidupan yang lebih baik daripada masyarakat desa umumnya,
ditambah status "keguruannya" itu menjadikan status guru desa terasa
menonjol pada masyarakatnya, masyarakat desa. Dan ini merupakan
"modal" yang cukup berharga bagi guru desa, yakni dikaitkan dengan
peranannya dalam pembangunan desa.
B.
Peranan Guru Desa
Setiap individu yang berperanserta dalam pembangunan desa
dituntut untuk dapat berperan sebagai komunikator, motivator, pelopor, dan
dinamisator masyarakat desa. Demikian pula guru desa, ia pun dituntut untuk
dapat berperan seperti itu.
Pada guru, paling tidak, terdapat dua potensi : internal dan
eksternal. Potensi internal ini meliputi minat, bakat, dan kemampuan guru desa
untuk berkiprah dalam pembangunan desa. Potensi eksternal mencakup status
kedinasan, status sosial, dan kondisi ekonomi guru desa yang "khas".
Peranan yang diharapkan dapat dimainkan guru desa untuk
pembangunan desa ialah sebagaimana dielaborasi di bawah ini.
1. Komunikator
Guru desa merupakan komunikator yang menyampaikan
pesan-pesan pembangunan kepada masyarakat desa (=komunikan). Media yang dapat
digunakan olehnya dapat berupa saresehan, rapat minggon, penyuluhan terpadu,
atau sambung rasa. Tentu saja para guru tidak melupakan misi utamanya sebagai
pendidik.
2. Motivator
Sebagai motivator, guru desa sesudah mengetahui
kesulitan-kesulitan dan permasalahan yang terdapat pada masyarakat desa,
berupaya memberikan dorongan penggugah semangat kepada warga desa supaya bisa
mengatasi kesulitan-kesulitan dan permasalahan yang muncul dalam proses
pembangunan. Caranya ialah melalui komunikasi langsung, tatap muka,
antarpribadi. Cara ini terbukti paling efektif, karena terdapat kontak kejiwaan
yang pengaruhnya besar sekali bagi warga desa. Mereka merasa diperhatikan oleh
"orang-orang intelek" dan mereka bangga kerenanya. Kebanggaan itu
diharapkan dapat memacu kegiatan pembangunan yang mereka kerjakan.
3. Pelopor
Melalui perannya ini, guru desa, mau tidak mau, harus
menghasilkan sesuatu bagi masyarakat desa. "Sesuatu" itu bermanfaat
untuk mereka. Bisa meneladani warga desa dengan perilaku modern (yaitu : yang
menghargai waktu, berpikir sistematis, berpandangan ke masa depan, menghargai
prestasi kerja, bersikap toleran, dan sebagainya), bisa pula selalu menjadi
"ujung tombak" berbagai kegiatan pembangunan yang ada di desa.
Kepeloporan guru desa dalam pembangunan ini akan sangat menunjang pelbagai
aktivitas pembangunan yang dilaksanakan masyarakat desa. Bukankah guru itu
"digugu" dan "ditiru"?
4. Dinamisator
Peranan guru sebagai dinamisator pembangunan desa
mengharuskan ia untuk mampu meredam dan mendinamiskan gejolak-gejolak sosial
yang muncul di desa, sebagai ekses pembangunan. Tentu saja peranan ini
dilakukannya bersama-sama dengan aparat pemerintah setempat. Hal ini memerlukan
kematangan jiwa dan kedewasaan pribadi guru desa. Tantangan ini justru menggugat
peran aktif guru desa.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Sudah barang tentu keempat peranan di atas tidak ada yang
sempurna yang dimainkan guru desa secara serentak. Boleh jadi ada yang
menguasai satu atau dua peranan saja, mungkin ada pula yang lebih. Hal ini
tidaklah menjadi suatu persoalan benar.
Yang menjadi masalah ialah, sudahkah guru desa memerankah
salah satu dari keempat peranan tadi secara nyata dan sungguh-sungguh demi
kemajuan masyarakat desa lewat pembangunan desanya? Jawabannya tentulah
berpulang kepada diri pribadi guru masing-masing.
Agaknya kontribusi guru bagi pembangunan desa tidaklah
kecil. Ia tergantung dan teramat bergantung kepada kemauan dan kesediaan guru
desa guna menerjunkan dirinya di tengah-tengah kancah pembangunan yang sedang
giat-giatnya dilaksanakan di seluruh pelosok wilayah tanah air kita. Adanya
mina, bakat, kemampuan, kerelaan untuk berkorban, dan mengabdi serta dibarengi
dengan kesabaran dari para guru adalah kunci keberhasilan partisipasi mereka
dalam pembangunan desa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar